Jumat, 18 November 2011

Dear Matahari


Kemana sinarmu akhir-akhir ini ? selalu redup tak ada semangat. Saya ingat ketika kamu bercerita tentang hatimu, binar-binar di matamu seolah tak padam, saya bisa melihatnya dari sini. Kamu katakan bahwa kamu sedang jatuh cinta, *senangnya….

Saat itu, hatimu sangat ceria. Selalu tersenyum dan tertawa *saya sangat suka melihatmu seperti itu. Anginpun tak bisa menghapus rona merah di wajahmu ketika kamu ceritakan bidadari cantikmu. Senja seolah bisa dipaksa olehmu untuk berhenti sesaat, menapak di jam itu, terang benderang tak menjadi redup. Pasti itu karena matamu yang terus menerus bersinar dan suaramu yang mengucapkan mantra bagi bidadari cantikmu yang katamu selalu terbang mengelilingimu setiap saat tanpa lelah.

Aaahhh…..saya jadi membayangkan bidadari cantikmu, pasti ia sangat bahagia bersamamu, selalu di sampingmu, bahkan selalu mengelilingimu tak henti-henti. Ia pasti sangat senang mendengarkan kamu mengucapkan mantra cintamu. Beruntungnya kamu memiliki bidadari cantik kekasih hatimu.

Dear , matahari

Walaupun kamu tak bisa saya sentuh, dan saya tak akan bisa mendengar suaramu lagi, tolong jangan biarkan sinarmu redup. Saya sangat membutuhkan sinar matamu. Sinar mata yang datang dari hatimu . Ceritamu, tawamu, senyummu, dekapan hangatmu biarlah menjadi kenangan buat saya, asal saya tidak kehilangan sinar matamu.

Sapamu di pagi hari, seperti sapa untuk bidadari cantikmu yang selalu kamu tulis dan kamu ceritakan pada saya. Hhhmmmmm…. Saya sangat suka membaca ceritamu karena saya bisa membayangkan binar matamu ketika kamu bercerita tentangnya.

Dear , matahari

Tetaplah menjadi matahari, walaupun kamu sudah tak ingin bercerita pada saya lagi, tapi semua ceritamu sudah saya simpan dalam kotak kayu berwarna coklat (kamu ingatkan ?). Bila saya rindu padamu, saya akan membukanya dan membaca semua ceritamu sambil memandang matahari senja dari sini. Kilau sinarmu pasti sangat indah menerpa daun.

Tersenyumlah matahari, buat saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar